Putus Asa
Serpihan Kaca di Saku Celana
Aku tak pernah betul-betul pulang
Tempat yang ku susuri hanya panorama kenikmatan sementara
Menyeret kakiku paksa tak berdaya
Untuk berpura-pura menikmati dunia
Semuanya terasa palsu,
Menggelikan
Pengembaraan yang tersesat,
Tak ada tempat untuk diriku
Menyendiri di tepi Begawan Solo
Atau di Ranu Kumbolo
Sendirian,
Mungkin ini lebih baik,
Daripada menikmati keterpaksaan
Di rumah ibu atau ayah yang berantakan
Seperti mimpi buruk yang menyeretku segera pergi
Membuat jiwaku membekas di antara menetap atau tak kembali.
Aku hanya mampu memandang dunia dari jendela kafe
Atau dari buku-buku yang menciptakan rumah
Membawa serpihan kaca-kaca rumah yang ku selipkan di saku celana
Sendirian bersama pencarian
Pikiran yang mengelana ke tempat tujuan
Namun itu semua hanya permulaan
Sebab aku tak tahu rencana
Tak mempersiapkan rencana
Aku hanya membawa diriku yang sepi
Dan seribu pertanyaan abstrak yang berlabuh dipikiran
Seperti benang-benang kusut yang tak mampu di urai
Atau piring dan gelas gelas yang pecah karena amarah
Membual, terpuruk,
Bersama ketidakberdayaan..
--
Al Masih
Aku masih menatap kosong
Ke arah roti dan anggur yang mulai habis
Atau kepada Menorah yang berdiri cantik
Seperti biasa,
Dan seperti yang kau tahu,
Aku masih setia menunggumu
Di antara kursi gereja yang berjejer rapih
Merayakan perayaan, dan semua kenanganmu
Meriuhkan pesta pora keharuan
Sebab kau tak hadir,
Di manapun,
Di setiap nafas yang ku tarik
Di setiap mata yang ku pejam
Di antara tangan yang terkepal
Bahkan di sela-sela doaku
Kau tak kunjung datang
Apakah perayaan ini hanya akan menjadi hambar?
Atau sebuah perayaan yang lucu
Berharap kau datang kemari,
Merayakan perjamuan
Namun semua masih sama,
Kau tak kunjung datang
Apakah ini sebuah inersia?
Oh aku tak tahu,
Namun lagu-lagu gereja yang sedih itu menjawab pertanyaanku
Kursi gereja mulai dingin,
Mulai tak berpenghuni,
Namun aku masih asik meringkuk sendiri
Menunggu tak bertepi
Anggur mulai pahit,
Tapi aku masih meminumnya
Dan Mariah menatapku malang disudut ruangan,
--
Ziarah ke Dalam Diri
Rupanya, dunia sedang tak berpihak
Aku masih membual dan terpuruk
Atau masih tak berdaya
Meringkuk sendirian kedinginan
Bersama ketidakjelasan dan kesepian yang pekat
Dan kau memanggilku dari ujung telepon
Meminta ku meminum segelas susu
Atau menyuruhku bercerita di tepi Kawah Darajat
Dengan suara yang sama-sama parau
Memekik kerinduan
Mencekik kehampaan
Namun aku tak berdaya
Tonggeret semakin berisik
Langit muram mulai mengambang di udara
Bahkan air mata juga mengambang di pelupuk matamu
Atau wajahmu yang lebam
Membekas di seluruh nafasku yang berat
Dan kenangan,
Di bawa gerimis dan hujan yang keroyokan. Bangsat.
Aku masih mencari tanya ini
Berziarah dalam diri
Mengarungi lelautan yang tak bertepi
Menyelami ketidakberdayaan atas sesuatu yang tak mampu ku terka
Dan langkah kaki nenek yang sudah tergopoh
Adalah titian kehidupan yang sedang ku arungi
Kebisuan tinggallah jarak
Atau ia sedang menganga di sudut pintu
Bersama kehampaan
Dan di makam kakek yang hening
Aku memekik atas suatu kehilangan
Sendirian
Bersama daun-daun kering yang berserakan
Kata Mulyadhi itu adalah daun-daun yang gugur
Tak mengenal warna
Dan sudah waktunya gugur
Berziarah ke dalam diri,
Aku semakin menemukan kehampaan
Atau lelautan yang tak ada batas
Menyelam menyelam
Dalam ketiadaan..
--
Pekik Tanya
Tampaknya semua membosankan
Tak ada gairah untuk melakukan apapun
Sisanya hanya pengembaraan
Pencarian,
Memikirkan hal yang tak bertepi
Hasrat keinginan itu lebih mengebu
Daripada sekedar bertindak
Semuanya tampak sederhana
Dan aku masih mengelana
Seperti Diogenes
Mencari dan mengejar titik terang yang kabur
Bahkan anjing-anjing pun menatap malang
Di gubuknya yang riang kesepian
Semua tampak muram
Pencarian atas ketidakjelasan yang tak henti
Berlari, mancari arah sajak yang lari
Atau rasa cinta Orestes yang hilang
Demi keyakinan Hypatia
Entah kenapa, semua itu dilakukan
Pengembaraan yang diragukan
Tak seperti agama yang mengandung kebenaran absolut
Apakah ini ciri khas berpikir seorang filsuf?
Memekik tanya dalam tanya
Mencari sesuatu yang tak kenal arah
Mencari sesuatu yang tak menentu arah
Kemana harus ku cari pekik tanya ini?
Kepada duri bunga mawar?
Kepada rumput-rumput yang kering?
Kepada pohon oak yang tua?
Kepada buku-buku yang usang?
Atau kepada kebenaran?
Lalu apa itu kebenaran?
Apa sejatinya kebenaran?
Dan di ujung telfon,
Descartes berkata,
"Kebenaran adalah seluruh tanya ini"
"Seluruh pencarian ini,"
--
Note :
Ini adalah puisi zizah. Dilarang copy-paste, plagiasi! Kecuali di nikmati bersama di tepi Danau atau bersama isi kepalamu yang sedang berantakan,-
©Azhar Azizah
Komentar
Posting Komentar