Kalau Mau Maksiat, Gak Usah Bawa-bawa Agama, Bangsat! Kebiasaan!

Herry Wirawan, Riwayatmu Kini


Penulis : Azhar Azizah, salah satu orang yang emosi nulis ini tulisan.

Mari kita berikan tepuk tangan yang meriah, kata-kata Bangsat yang sebanyak-banyaknya kepada Herry Wirawan (36) thn sebagai kategori pelaku terbejat dan tercabul tahun 2016 s.d. 2021. Kalian pasti sudah tidak asing lagi dengan kasus yang Herry Wirawan lakukan bukan kepada 21 (Berdasarkan P2TP2A Garut) santriwatinya? Ya, benar. Kasus yang membuat sederet orang-orang emosi dan gak habis thingking. 

Masalahnya gini, Herry Wirawan ini selain terkenal sebagai pencabul, dia juga membawa dalil-dalil agama untuk melanggengkan otoritas dan perbuatan bejatnya, sehingga 21 santrinya ini terdoktrin dan manut-manut saja tak berdaya dengan yang di ucapkan Herry sebagai janji manis pemimpin, juga sebagai seorang Guru agama. Jadi ibarat, kayak judul di atas, mau maksiat bawa dalil-dalil agama, kan Bangsat namanya. Ya bukannya gimana-gimana, yang jadi korban kan bukan cuma para santriwati, anak-anak dan calon anaknya saja, tetapi juga agama yang kemudian di jadikan kambing hitam untuk membela perbuatan maksiat si pelaku, berinisalkan Herry Wirawan tersebut.

Gak cuma agama deh, kalau kita rinci secara lebih spesifik, Herry juga telah membuat beberapa nama menjadi jelek akibat batangnya yang selalu tegang dan hiperaktif bund, yakni nama pondok pesantren, nama dan eksistensi ulama pesantren atau guru agama, nama korban di mata masyarakat yang masih misoginis, sampai nama suatu aliran (mahzab) yang kemudian menjadi jelek dan semakin jelek lagi di mata masyarakat yang sensitif terhadap agama, melalui sistem pernikahan yang dilakukannya, alias nikah mut'ah. Nah akibat nikah mut'ah yang dilanggengkan inilah, Herry bisa melancarkan aksinya sebagai seorang pahlawan cabul yang memuaskan hasrat seksualnya melalui pengajaran agama, membuat santriwatinya terdoktrin, sehingga para santri sulit mengambil keputusan yang tepat, bahwa yang dilakukan gurunya ini bener apa engga. Soalnya gak wajar aja gitu, nikah mut'ah dengan keduapuluh satu santriwatinya, udah gitu menghasilkan sembilan orang anak dan calon anak di tempat yang berbarengan, tapi ini kemudian di normalisasi sebab terhalang doktrin keagamaan yang salah dan janji manis Herry Wirawan untuk kehidupan si santrinya. 

Mustahil rasanya kalau santriwatinya gak mikir, soalnya, orang kena catcalling atau di grepe-grepe aja mikir kok kalo itu gak bener. Ya setidaknya saat kita diperdalam sama sebuah doktrin, bahwa patuh terhadap guru itu penting, nikah itu penting, dsb, kita juga pasti pernah terbesit mikir beberapa hal kan, kayak misalnya "ini bener apa engga ya?", lalu mikir "kok saya dengan santriwati lainnya diperlakukan hal yang serupa ya? bukannya mendapat jaminan pendidikan yang benar?" atau "kenapa yang diperdalam itu cuma pengajaran patuh dan nikah aja? gaada pendidikan agama seperti pada umumnya?". Saya yakin kok, umur 13-17 itu udah bisa mikir, mana yang baik dan buruk, mana yang benar atau salah, meskipun belum ada pemikiran yang matang untuk mengambil dan memilih keputusan yang tepat dan baik bagi kehidupannya. 

Lalu yang memiriskan adalah, bahwa sebenarnya kasus ini telah berjalan dari tahun 2016 s.d. 2021. Anjritt wkak. Wajar sih, soalnya dia udah berhasil membuat santrinya melahirkan sembilan orang anak dan mengandung dua buah calon anak. Selain kasus pancabulan, ia juga sebetulnya kena kasus kekerasan dan pemaksaan seksual dan eksploitasi anak yang kemudian ia bilang kepada masyarakat kalau itu adalah anak yatim-piatu yang dia rawat. Ini gak rasional deh. Gini gini lur, pondok pesantren itu tujuan utamanya kan untuk pendidikan dan menimba ilmu agama, bukan nampung anak di sela-sela menimba pendidikan. Kalau emang dibilang anak yatim-piatu, ya silahkan ubah pondok tersebut menjadi 'Panti Asuhan'. Terus kenapa coba, pondok ini tuh sangat tertutup? Memang masyarakat atau Pak RT RW gak curiga atau gak dateng ke situ, sekali dua kali gitu mintain lentera? atau silaturahmi nanya perkembangannya gimana saking tertutupnya ini pondok? Saya pribadi si yakin sekali, ini menimbulkan kecurigaan dan tanda tanya di kalangan masyarakat. Ya aneh aja, kalau tertutup terus, tapi masyarakat gak curiga, berasa kayak rumah angker. Seangker-angkernya sebuah rumah (bangunan), atau saking tertutupnya tetangga, kita juga pasti kita bertanya-tanya, penasaran, dan heran sendiri. Cuma saya gatau, entah karena sebetulnya masyarakat sudah tau lalu sengaja di tutup sampai kasusnya baru muncul akhir-akhir 2021an ini ke permukaan, atau memang bener-bener gatau sama sekali. Yaa itu perlu dipertanyakan lagi. Soalnya bukan gimana-gimana dan bukannya suudzon juga, bahwa ternyata ada loh tipe masyarakat yang sengaja menutupi kasus tersebut karena hal seperti itu masih dianggap 'tabu'/aneh dan gak wajar rasanya membicarakan aib orang lain, atau dengan alasan karena melihat kondisi psikologis si korban, hingga akhirnya sengaja di tutup. Kalau kayak gini kan, sebetulnya makin membuat mental korban menjadi lebih terganggu, traumatiknya semakin mendalam tapi terpaksa harus di normalisasi dalam hatinya sendiri, karena masyarakat masih berpikiran karatan seperti itu tadi. Jadi kalau soal ini, kita gak tau lah ya bagaimana lebih jelasnya. Jika memang betul sengaja di tutup rapat-rapat, maka masyarakat secara tidak langsung melakukan marginalisasi kepada korban, sehingga pondok tersebut dianggap baik-baik saja.

Intinya, pesan saya untuk pelaku berinisialkan Herry Wirawan (36) thn cuma dua :

1. Kalo sekiranya udah gak kuat dan gak nahan onani, besok-besok siapin sex toy yang banyak,

2. Kalo mau maksiat, gak usah bawa-bawa agama, Bangsat! kebiasaan!



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Untuk Bung

Post-Mo : A World We Need

Catatan Hitam, Lembar 1 : Memahami Anarkisme Alexander Berkman