Im Augenblick: Memoar Involunter
Mengkritisi Pengetahuan Kenangan
Aku berhenti merasakan rasa biasa-biasa saja, merasa sepintas lalu, merasa fana, darimanakah datangnya suatu perasaan kegembiraan yang luar biasa ini? Dan tiba-tiba saja kenangan datang.
-Marcel Proust ('A La Recherche Du Temps Perdu)
Penulis : Azhar Azizah, Mahasiswa FU (bukan AFI), UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
--
Tulisan ini adalah Review Video dari Martin Suryajana (seorang penulis filsafat, kritikus sastra dan novelis) yang berjudul Filosofi Kenangan. Tanpa ada maksud plagiasi, saya mencoba mencermati, mengkritisi serta melalukan pembacaan ulang makna kenangan dalam pemikiran Martin Suryajana melalui adanya Review tulisan ini. Semoga bisa dicermati bersama sebagai kajian dan khazanah intelektual yang dapat dinikmati.
--
Masa lalu sebetulnya muncul begitu saja di hadapan kita tanpa kita panggil atau prediksi sebelumnya. Setiap orang pastinya punya masa lalu dan mengalami suatu penghayatan terhadap masa lalu. Namun, masa lalu tersebut nyatanya tampak menghadirkannya ke dalam bentuk yang sama sekali berbeda ketika kita ingat hari ini. Sebab masa lalu adalah kenangan yang aneh, kenangan yang membawa kita pada satu dimensi yang redup, samar, yang jauh, yang hanya bisa kita panggil melalui suatu simbol, tanda atau bahasa. Misalnya, ketika kemarin lusa ibu memasak ikan pindang, memori kita pun langsung mengarah pada suatu ingatan dimana kita mengenal aroma pindang pesmol untuk pertama kalinya di waktu kecil. Atau sebuah buku yang masih kita simpan hari ini, kita mengenal buku itu sebagai simbol atau hadiah waktu pertama kali seseorang memberikan kita buku tersebut di hari ulangtahun. Suatu peristiwa yang jauh dan terjadi puluhan tahun yang lalu dan kita merasakan kembali apa yang kita rasakan pada masa itu. Akan tetapi, nyatanya perasaan yang kini kita rasakan akan sangat berbeda dengan perasaan yang pertama kali kita jumpai ketika itu. Martin menyebutkan bahwa ini adalah ciri khas dari cara kerja kenangan, yakni suatu penghadiran ulang terhadap masa lalu ke masa kini tetapi dalam bentuk yang tidak jelas.
Bagi Martin, kenangan sebetulnya melakukan distorsi dengan masa kini. Bahwa apa yang kita rasakan dahulu dengan apa yang kita rasakan saat ini tentunya mengalami perubahan dan pengurangan. Apa yang kita rasakan bukan lagi sebagai sesuatu yang menggelora, tetapi justru kita mengingatnya sebagai ingatan masa lampau yang membuat kita mengalami stagnasi. Meskipun momentum-momentum tersebut terasa indah, kenangan tetaplah satu-satunya hal yang bisa diandalkan untuk bisa mengakses kembali masa lalu. Bahkan hal yang signifikan dari cara kerja kenangan bagi Martin adalah, bahwa pengetahuan itu tercipta melalui adanya kenangan. Mengapa demikian? Sebab, pengetahuan tidak akan muncul tanpa adanya kenangan (tanpa adanya memori).
Dalam pengetahuan, kita tahu bahwa informasi-informasi yang kita terima selain bisa kita akses menjadi suatu epistemologi atau ilmu pengetahuan melalui suatu penyimpulan, tentunya informasi dan penyimpulan yang kita akses dan kita terima itu, bisa kita ingat kembali sebagai daya tangkap yang bisa kita andalkan menjadi suatu pengetahuan dan kenangan (memori). Artinya, bahwa dalam suatu proses masuknya informasi dan metode penyimpulan tersebut, kenangan (memori) memainkan peranan yang sangat penting. Pertanyaannya, apakah mungkin pengetahuan itu terjadi di samping kenangan itu tak ada? Apakah kita mungkin mengetahui sesuatu di samping kita adalah seorang makhluk yang tak mampu mengingat dan mengenang? Dalam arti yang universal, bagi Martin MUNGKIN kita akan mengetahui sesuatu, bahwa siang adalah terang, dan malam adalah gelap. Namun pada detik berikutnya, karena kita tadi adalah makhluk yang tidak mampu untuk mengingat dan mengenang, boleh jadi pengetahuan selanjutnya itu dimulai lagi dari nol, mengetahui dari awal lagi. Maka dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tanpa adanya kenangan (memori), maka mustahil timbulnya pengetahuan. Pengetahuan itu akan lenyap dan kembali mengulangnya dari awal. Bagi Martin, tidak mungkin adanya suatu pengetahuan yang sungguh-sungguh tanpa adanya kenangan (memori). Maka demikian, pengetahuan dengan sendirinya mensyaratkan adanya suatu kenangan sebagai syarat yang utama yang wajib ada untuk menyimpan pengetahuan tersebut melalui adanya informasi dan penyimpulan.
Mari kita analisa antara kenangan dan media elektronik, misalnya komputer. Kenangan dan komputer tentunya sama-sama mampu menyimpan informasi di masa lalu. Namun demikian, cara kerja kenangan tentu saja berbeda dengan cara kerja komputer. Kenangan tak mungkin bisa menghadirkan masa lalu ke hadapan kita secara akurat, setelah melalui proses distorsi, perubahan dan pengurangan memori, maka apa yang ditampilkan kenangan mengenai masa lalu, sebetulnya amat sangat berbeda dengan peristiwa yang kita alami waktu pertama kali kita rasakan. Maka dari itu bagi Martin, kenangan seperti teka-teki, ia menghadirkan masa lalu tetapi di sisi lain kenangan menghadirkannya dalam suatu 'potrait' yang berbeda. Dan inilah yang membedakan cara kerja antara kenangan dan komputer. Kita tahu bahwa, komputer sebagai media digital atau elektronik mampu bekerja dengan ukuran yang detail dan sistematis, utuh, tanpa adanya distorsi atau pengurangan apapun. Komputer juga bekerja dengan cara sebagaimana adanya. Kenangan manusia tentu saja adalah suatu memori yang unik, bahwa ia tak bisa menghadirkan masa lalu ke hadapan kita secara utuh, tetapi tampil dalam waktu yang relatif singkat, hadir secara samar, redup dan sayup-sayup.
Perubahan yang terjadi pada kenangan melalui adanya distorsi dan pengurangan tadi, sebetulnya disebabkan oleh suatu sifat khusus yang melekat pada cara kerja kenangan, yaitu adanya sifat pelupaan. Sifat lupa ini tentu saja sangat melekat pada diri manusia, bahwa akibat adanya sifat lupa tersebut, manusia bisa mengalami dua potensi: (1) potensi menjurus pada suatu kesalahan dan (2) potensi timbulnya kreativitas dalam bentuk perspektif baru. Mengapa dikatakan kreativitas dalam menciptakan perspektif yang baru? Karena ketika seseorang lupa akan sesuatu atau lupa akan suatu macam kenangan, maka lewat proses pelupaan itu lah dia memproses apa yang disebut sebagai pembacaan baru, yakni pembacaan ulang terhadap masa lalu. Orang akan menerka-nerka, masa lalu apa yang dia ingat sehingga bisa menciptakan proses pembacaan baru dan proses kreativitas hingga kemudian menghasilkan suatu proses perspektif baru terhadap kenangan, "ohh ternyata dulu itu gue begini yaa, hahaha". Namun seringkali, orang terkadang menganggap bahwa proses pelupaan itu adalah sesuatu yang ironi dan terpaku pada kesalahan yang cacat. Padahal kita tahu bahwa orang yang tidak bisa melakukan pelupaan atau tidak bisa melupakan masa lalunya, maka artinya ia tak mampu untuk melakukan pembacaan terhadap masa lalunya. Proses menghasilkan perspektif baru bagi Martin, sama saja dengan proses memunculkan adanya suatu pengetahuan yang baru. Karena, pelupaan sejatinya bukanlah suatu proses yang terpaku pada proses destruktif, pelupaan sekaligus juga menghasilkan suatu proses kreatif yang membungkusnya dalam suatu perspektif yang baru untuk melihat masa dan data yang ada di masa lalu. Justru karena kita memiliki kemampuan untuk 'melupakan', maka kenangan, momen-momen yang kita rasakan saat dahulu itu bisa hadir ke hadapan kita dalam bentuk yang jauh lebih kaya dan menarik, yang bisa kita maknai ulang dalam bentuk yang hampir sepenuhnya berbeda.
Kesadaran kita mengingat masa lalu melalui adanya pembacaan ulang terhadap masa lalu itu, dicapai oleh suatu bahasa, simbol atau tanda. Misalnya tadi, saat ibu memasak ikan pindang, kita mengingat itu sebagai suatu kenangan, ingatan dimana kita mengingat masa lalu, mengingat memakan dan merasakan aroma pindang pesmol untuk pertama kalinya di waktu kecil. Dengan demikian, maka ikan pindang tadi adalah suatu karakteristik dari bahasa atau simbol yang memunculkan kembali adanya suatu kenangan. Bagi Martin, hal ini di dukung oleh salah satu pendapat seorang psikoanalis asal Prancis bernama Jacques Lacan yang mengatakan bahwa "proses kita untuk mencapai kesadaran itu adalah melalui adanya suatu tahapan-tahapan yang berkaitan erat dengan bahasa. Tahapan tersebut terdiri dari tahap imajiner, tahap cermin, dan tahap simbolik". Dengan tahapan simbolik ini maka segala sesuatu itu bisa dikenali dengan adanya suatu simbol atau suatu tanda. Misalnya, rasa senang itu digambarkan dengan brownies coklat, atau rasa kangen itu digambarkan dengan wangi parfum atau sepatu converse putih seseorang. Kesadaran kita pun akhirnya bekerja untuk mengenali masa lalu melalui brownies coklat, wangi parfum, atau sepatu converse putih itu tadi. Dengan masuk ke bahasa atau tahapan simbolik ini, kesadaran kita pun akhirnya terbentuk dan terstruktur oleh bahasa itu, termasuk hasrat-hasrat terpendam kita. Bahasa pun akhirnya menjadi suatu perantaraan yang menjembatani sekaligus membatasi akses kita ke kenyataan yang sesungguhnya. Suatu hal yang ingin kita capai, tapi hanya bisa kita tempuh lewat simbolisasi atau bahasa. Maka demikian, bahasa di satu sisi menjembatani kita untuk mengakses kenyataan, tapi di sisi lain juga membatasi akses kita ke kenyataan. Dengan kata lain, sebetulnya kita ingin meraih sesuatu yang berada di seberang bahasa, yakni pengalaman murni tanpa bahasa. Pada akhirnya, usaha kita untuk mengingat masa lalu, ketika teringat malah menjadi sesuatu yang samar-samar dan tak begitu jelas. Sejatinya, ada momen-momen tertentu yang ingin kita rasakan kembali, tetapi hanya mampu bisa kita panggil atau kita ingat kembali melalui simbol, tanda, atau bahasa saja sebab bagi Martin "bahasa memungkinkan kita memanggil semua itu, tapi sekaligus juga mendistorsikannya", menghadirkannya dalam bentuk yang berbeda, dalam bentuk yang ketika dibaca dalam perspektif sekarang ini terlihat atau terasa aneh.
Dengan kata lain, manusia sebetulnya ingin mencapai pada pengalaman penuhnya lewat seluruh proses kesadarannya sendiri. Pengalaman penuh yang kita hadirkan kembali ke hadapan kita itulah yang disebut oleh Lacan sebagai "The Real" atau "Yang Nyata", artinya bahwa kenangan itulah sebetulnya proses The Real yang sesungguhnya. Mengingat momen-momen tertentu membuat kita kembali merasakan kembali apa yang terjadi kala itu, yang bisa kita panggil dengan cara mensimbolisasikannya atau membahasakannya. Lacan menyebutnya bahwa 'The Real' itu hanya bisa hadir sebagai suatu 'Trauma', sesuatu yang muncul tiba-tiba, yang tidak bisa kita jelaskan, sesuatu yang menyeruak dari belakang seluruh kesadaran kita, sesuatu yang muncul begitu saja dan lenyap begitu saja.
Kenangan sebagai The Real bisa diilustrasikan lewat episode kue Madeleine dalam novel modernis masterpiece-nya Marcel Proust yang berjudul 'A la recherche du temps perdu atau dalam bahasa Inggrisnya berjudul 'In Search of Lost Time'. Madeleine adalah semacam kue bolu di kalangan borjuis Prancis yang biasa dimakan dengan cara dicelupkan ke dalam teh atau kopi. Dalam hal ini Proust mencoba menjelaskan bahwa kenangan sebetulnya muncul dalam suatu hal yang tidak diduga-duga, ketika si protagonis suatu kali memakan kue Madeleine itu dan mencelupkannya ke dalam teh dan kemudian ia mengenang, mengenang masa lalu yang jauh yang sekonyong-konyong muncul melalui gigitan kue Madeleine yang dia makan saat itu.
Proust mencoba mengilustrasikan adanya suatu kenangan yang intens yang dia suguhkan melalui kue Madeleine dan si tokoh protagonis. Gigitan kue Madeleine itu secara tidak sadar dan tanpa kita duga, muncul menyeruak dari belakang kesadaran kita, yakni sesuatu yang tidak kita antisipasi kedatangannya. Kenangan yang intens yang digambarkan melalui kue Madeleine dalam hal ini disebut Proust sebagai 'Memoar Involunter' yakni suatu peristiwa masa lalu yang muncul dibalik kesadaran kita (kenangan yang tidak dikehendaki). Uniknya, Proust bagi Martin dalam hal ini mencoba menjelaskan kepada kita bahwa sebetulnya kenangan itu menyeruak atau muncul dari hal-hal spele yang sebetulnya tanpa kita sadari. Ini kembali pada contoh pertama tadi, saat ibu memasak ikan pindang, kita mengingat memori tentang pindang pesmol untuk pertama kalinya, saat kita melihat buku, kita mengenang buku tersebut sebagai suatu hadiah, saat kita mencium wangi parfum, memakan brownies coklat, melihat sepatu converse putih, atau gigitan kue Madeleine kita melihat semua itu sebagai kenangan atau peristiwa yang sama yang terjadi di masa lalu yang datang tanpa kita sadari. Maka dalam hal ini, simbol, bahasa, tanda, pengurangan, distorsi, sifat pelupaan yang kreatif memainkan peranan secara bersamaan dalam melakukan cara kerja suatu kenangan.
Ketika semuanya muncul menyeruak bersamaan sebagai suatu kenangan, apa yang muncul menyeruak itu dikatakan Lacan sebagai 'Im Augenblick' (Dalam Sekejap Mata). Seperti kita mengalami suatu pencerahan yang muncul seketika, yang membuat kita merinding dari ujung ke ujung. Tetapi setelah itu, ketika kita mengenangnya secara lebih akurat, kita tahu bahwa ini berasal dari "sesuatu yang pernah kita alami", tapi kemudian sensasi itu lenyap pelan-pelan, pudar begitu saja akibat adanya sifat pelupaan, distorsi, dan kreativitas sebagai cara kerja kenangan. Maka, selain menghadirkan memory involunter, kenangan dalam hal ini menghadirkan 'Im Augenblick' itu sendiri, artinya bahwa dalam sekejap mata seluruh kehidupan kita di masa lalu ditampilkan di hadapan kita, tapi dalam sekejap mata, seluruh momentum itu juga perlahan lenyap. Dan inilah keunikan dari cara kerja kenangan manusia dibanding dengan hardisk komputer tadi. Maka dalam hal ini bisa dikatakan bahwa kadangkala manusia tidak memaksakan hadirnya kenangan itu ke hadapannya sendiri, tapi kenangan itulah yang justru memanggil manusia itu sendiri untuk menikmati sensasi atau pengalaman yang sama di masa lalu dengan apa yang terjadi di masa kini.
Referensi :
Suryajaya, Martin. Filosofi Kenangan. Di ambil dari https://youtu.be/ehY5rBDDmdY (diakses pada 9 Februari 2022, pukul 21.15 WIB)
Komentar
Posting Komentar