The Reader, 2008

Love will increase the danger

However, not daring to express love is far more dangerous

So that helplessness is much closer to you than the happiness of the moment when you enter it

-The Reader, 2008-


Note : sediakan sekotak tissue, maka kalian akan aman saat menonton film.

The Reader, sebuah film rekomendasi yang harus khususnya para pembaca tonton, dan orang-orang yang tidak memiliki keberanian menyatakan perasaan untuk menonton film ini. Jangan menyesal dengan tulisan ini, sebab jika anda belum menonton tetapi sudah membaca tulisan ini, akhirnya anda akan lebih mengetahui isi review-nya terlebih dahulu daripada isi filmnya. 

Saya menonton film ini, sebab sebetulnya mendapatkan rekomendasi dari tulisan Hamid Basyaib. Awalnya saya juga tertarik membaca tulisannya terlebih dahulu, hingga akhirnya penasaran dan tertarik menonton filmnya. Saya terpaku pada kepribadian dan kecantikan Kate Winslet. Anak-anak rambutnya yang agak berantakan, tapi tetap diikat agak rapih, persis seperti keadaan rambut saya saat sedang membaca buku atau diikat kendor. Saya juga tertarik pada kedisiplinan David Kross yang memerankan Michael Berg si kutu buku dan penyair yang gemar membaca dan mengoleksi buku-buku sastra. 

Seperti catatan yang sudah saya selipkan di atas, film ini bagi saya sederhana, unik, dan ngena, maka wajib untuk menyediakan sekotak tissue. Film ini unik sebab diselipkan sedikit kejadian Holocaust, yang kemudian menyeret nama Schmitzh ke dalam penjara. 

Saya tidak mau menceritakan bagaimana alur filmnya, sebab itu tugas film untuk menjelaskan. Tugas saya di sini adalah menulis beberapa review yang perlu kita catat. Catatan ini mungkin akan menjadi pengingat bagi orang-orang yang tidak memiliki keberanian atau kegigihan menyatakan perasaannya, catatan ini juga mungkin akan menjadi pengingat kepada orang-orang yang menganggap bahwa Cinta itu sama dengan hubungan Seks. 

Ada beberapa hal yang harus kita ketahui dalam film The Reader :

1. Cinta bukanlah soal Seks. Kalau masih ada orang atau pacar kalian yang mikir, "cinta itu soal seks", maka itu otaknya cetek, ngawur, dan hanya berurusan soal kelamin saja. Awalnya Berg juga begitu, hasrat seksual Berg yang menggebu sebagai bocah 15 tahun, tak bisa membedakan mana cinta dan mana seks. Baginya, setiap kali bersama Schmitzh, atau setiap kali berhubungan seks dengan Schmitzh itu adalah Cinta. Tapi ternyata bukan, sebab cinta ya cinta. Seks ya seks. Tidak ada percampuran antara seks dan cinta. Kalau ada alibi yang menyatakan cinta itu sama dengan seks, maka dia hanya melakukan pembelaan saja untuk dipenuhi hasrat seksualnya atas nama 'cinta'. Apa yang Hanna lakukan untuk menuruti permintaan Berg berhubungan seks, sebetulnya bukan karena Hanna menyukainya, sebab karena Hanna tau, usia Berg masih sangat muda dan jauh lebih muda dari usianya. Perasaan penasaran dan menggebu itu bercampur aduk. Hingga akhirnya hal itu sulit bagi Berg untuk membedakan apakah ini Cinta atau kepuasan saja? 

2. Karena hasrat seksual yang selalu Hanna penuhi itulah, ketika Schmitzh telah meninggalkan Berg, Berg merasa kosong tak berdaya, merasa cintanya tak terpenuhi, dan merasa Hanna jahat telah meninggalkan. Perasaan tak berdaya, mencari keberadaan Hanna dan tak ingin kehilangan Hanna ini terjadi setiap saat. Akhirnya, Berg baru mengerti, ternyata ketertarikan ia pada Schmitz, bukan hanya sebatas perasaan seksual saja, bukan hanya soal tubuh Schmitzh yang indah dan cantik, tetapi juga lama-kelamaan timbul perasaan Cinta yang tidak ia sadari.

3. Schmitzh tidak bisa membaca. Keunikan Schmitzh dapat menulis dan membaca adalah karena ia selalu mendengar dan mempunyai daya ingat yg kuat. Ada beberapa rekaman, buku-buku yg dia simpan di rak buku penjaranya: The Odyssey of Homer, The Old Man and The Sea, dan satu lagi jika tidak salah adalah A Little Girl and The Dog, yang tentunya semua itu adalah hasil pemberian Berg dan meminjam di perpustakaan penjara. 

4. Hanna malu dan tidak jujur mengakui kebenarannya tidak bisa menulis dan membaca. Di pengadilan ia juga mengetahui ada Berg yang selalu mengawasi kasusnya. Oleh karenanya, akibat malu mengakui kepada orang-orang dan kepada Berg bahwa ia tak bisa menulis, maka konsekuensinya ia dipenjara seumur hidup. Alasan Hanna meninggalkan Berg dan memilih bekerja sebagai seorang penjaga juga karena ia takut untuk disuguhkan pada promosi pekerjaan yang berhadapan antara dirinya dengan catatan-catatan yang tidak ia mengerti. Sebab apa yang ia tulis untuk mendapatkan promosi pekerjaannya, sebenernya itu adalah hasil pemikirannya yang berasal dari wawasan dan bacaan Berg yang selalu Berg bacakan untuknya.

5. Ketidakberanian Hanna menyatakan perasaan cintanya pada Berg dan selalu memikirkan jarak usia mereka yang sangat jauh, membuat Schmitzh menjalani kehidupan menjadi tidak berdaya. Seandainya saja Schmitzh punya kegigihan dan keberanian, mungkin ia tidak akan hidup dengan kemunafikan dan berpura-pura kokoh. Sebab cinta itu mengalir dan tak melihat perbedaan usia yang menghalangi ketertarikan satu sama lain.

6. Saat Schmitzh mendengar bahwa Berg menjawab pertanyaan terakhirnya dengan nada kesal dan sudah menikah serta memiliki seorang puteri (meskipun telah bercerai), sebetulnya kita tak bisa menafikan wajah kekecewaan dan kesedihan Hanna yang begitu dalam. Ia menyadari, ini semua salahnya sebab tak memiliki keberanian mengungkapkan perasaannya pada Berg dan slalu menganggap Berg sebagai seorang anak laki-laki. Perasaan kesal Berg pada Hanna juga karena Hanna tak bisa jujur pada perasaannya sendiri. Padahal jika Hanna jujur sejak dahulu jika ia menyukai Berg, mungkin mereka tidak akan saling diam, saling hampa, saling mencari, dan mungkin Berg juga tidak akan menikah serta memiliki seorang puteri.

7. Hanna akhirnya menunjukkan parasaan cintanya dengan cara mengoleksi buku-buku rekaman-rekaman, dan secarik catatan rapih A Little Girl and The Dog yang ia tempel di dinding kamar penjaranya, yang dahulu selalu Berg bacakan untuknya. Bahkan Berg terkejut bahwa apa yang dia lakukan ternyata membawakan hasil meskipun ia tidak tahu, bahwasanya Hanna bisa menulis untuk pertama kalinya, dan tepat sebelum kematiannya Hanna mengoleksi apa yang selalu ia kirim. Hanna juga dapat membaca dan menulis surat yang tak pernah ia balas untuk dirinya, misalnya "send me more story books". Mungkin itu satu kekecewaan terbesar Berg yang tak bisa menyampaikan informasi apapun terhadap Hanna mengenai buku-buku atau mungkin keadaan dirinya sendiri.

8. Atas ketidakberdayaan dirinya sendiri, yang selalu menganggap kegagalan untuk jujur menyatakan perasaannya kepada Berg, Schmitzh akhirnya bunuh diri. Uniknya, perasaan mereka awet hingga tua, bahkan hingga Hanna telah meninggal. Dan ini yang paling saya soroti. Meskipun Hanna telah pergi kemanapun, Berg tetap ada dan mencari. Dan meskipun Hanna telah berlari sejauh mungkin pada Berg untuk mematikan perasaannya sendiri, nyatanya perasaan yang belum usai itu akan terus mengikuti. Pada akhirnya, Berg yang terbawa emosi, dan Hanna yang tidak jujur, membuat film ini gregetan dan ingin mengulang waktu kebahagiaan antara Berg dan Schmitzh.

Itulah beberapa poin yang mungkin bisa saya tangkap dan pelajari dalam film The Reader. Jadi intinya, pelajaran yang saya ambil, jika kalian memiliki perasaan dengan seseorang, ungkapkan saja. Mau hasilnya pait, manis itu urusan belakangan. Setidaknya kita mampu menyampaikan, lega, tidak memendam bertahun-tahun lamanya, hingga akhirnya tak berdaya. Sebuah hubungan juga tentang permisi dan pamit. Jadi tidak asal masuk, tidak asal pergi, dan tidak sembarangan. Setiap momen punya harga yang tinggi dan gak bisa kembali seperti cash recehan. 

--

#thereader

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Untuk Bung

Post-Mo : A World We Need

Catatan Hitam, Lembar 1 : Memahami Anarkisme Alexander Berkman