Sajak Untukmu, 'Ya Basheer'

Aku tak mengerti, judul apa yang pantas ku sematkan, untuk mendefinisikan segala keindahanmu. Atau keindahan itu bagi Al-'Arabi, barangkali, Tak Perlu Ternamai.


1. 

Rindu adalah gema tanpa sahutan

yang bergemuruh di balik doa.

Rindu adalah gema tanpa sahutan 

yang mengendap di balik dada

Rindu adalah residu persembunyian 

yang akan terus ditahan menjumpai pertemuan

Rindu adalah kekhusyukan 

yang menangkap kesunyian

Rindu adalah pantulan keheningan 

yang tak pernah bicara

Rindu adalah inersia 

yang tak mampu bisa kau terka

Rindu adalah magma 

yang tahu kapan saatnya harus bicara

Yang disimpan 

Dan akan terus disimpan


2.

Tetaplah menjadi kesederhanaan

Pada ketulusan air yang memberikan kehidupan

Tetaplah menjadi kesederhanaan

Pada kokohnya karang di antara megahnya samudera

Tetaplah menjadi kesederhanaan 

Pada kabut tipis yang bergerak tanpa mengusik

Tetaplah menjadi kesederhanaan

Pada bangku-bangku peron yang tau kapan saatnya harus istirahat

Tetaplah menjadi kesederhanaan

Pada buku-buku sastra yang mengandung ketulusan makna

Tetaplah menjadi kesederhanaan

Pada senyum diwajahmu yang tau di mana tempat untuk pulang

Tetaplah menjadi kesederhanaan

Pada bibirmu yang tau kapan saatnya harus pulang


Aku tak ingin menjadi apa-apa

Dan tak ingin mengubahmu untuk menjadi apa-apa

Tetaplah menjadi kesederhanaan,

Pada kerendahan hati. Antara kau dan aku

Yang bergeming. Tanpa mengusik

Yang hening dan sunyi

Yang senyap. Tapi tersimpan nyawa

Kau dan aku 

Hanya kau dan aku. Yang memahami perjalanan ini

Hanya kau dan aku. Sebagai rahasia 

Atau makna kesederhanaan yang hidup


3.

Pahatkan kesunyian,

Apabila aku tak memahami makna sebuah lambang

Pahatkan kerinduan,

Apabila aku tak membaca pada kedalaman warna

Pahatkan kehidupan,

Dalam bibirku yang menyimpan seribu nyawamu

Dan rekatkan pelukanmu,

Sebagai residu pengembaraan rindu yang kau simpan 

Sebab hatimu masih riuh,

Memanggil namaku untuk pulang ke haribaanmu


4.

Cemburuku tersemat pada kebisuan

Pada wajahku yang mengalihkan pandang

Pada mataku yang menyoroti batang rokok

Atau kepulan asap yang menari di udara

Kau tahu itu, dan kau pun tahu

'Aku tak pantas memerangi itu,'

Aku mengerti dan kau mau aku memahami

Kemanusiaan dan kerendahan hatimu

Yang tak satu orang pun tak menolak


Hingga pada suatu masa,

Dengan kerendahan hati. Kau pun mengerti

Melampiaskan cemburuku

Merekatkan kerinduan dalam kesunyian

Di bibirku

Di pelukanku,

Di setiap lekuk leherku

Atau dijemari tanganku

Yang terkepal. Dan semakin mengepal

Dalam lelucon dan pembicaraan manis

Hingga suara pintu memisahkan kita

Kita pun tersenyum dan tertawa 

Dalam bahasa-bahasa yang tak mampu diterka

Dalam kebisuan yang sama,

Yang tak satu orang pun tau 

Dan tak akan pernah ada yang tau


5.

Keindahan di wajahmu,

Tak perlu diungkapkan dengan bahasa

Keindahan di tubuhmu,

Tak perlu diungkapkan dengan kata-kata

Biarlah aku yang menjelma,

Mengetahui dan memahami dengan seluruh bahasaku sendiri

Senyum di wajahku setidaknya telah menunjukkan,

Bahwa kau adalah kerinduan yang tak pernah berontak

Kau adalah sajak-sajak yang mengandung keikhlasan

Kau adalah pengetahuan yang menyimpan kemerdekaan

Kau adalah kemanusiaan yang tersemat pada kerendahan hati,

Dan kau adalah keindahan yang selalu ku ingat

Yang selalu tersemat

Dan yang selalu ku inginkan


Aku ingin menyelamimu

Meski warna fajar mulai menyingsing

Aku ingin membacamu

Melalui perdu-perdu yang bergerak tanpa mengusik

Aku ingin menyelamimu

Dalam kedalaman warna yang tak mampu diterka

Aku ingin membacamu

Pada gerak lambang semesta yang tak pernah bicara

Semuanya adalah tentang keindahan

Sedang keindahan itu,

Sama seperti dirimu

Hanya dalam dirimu


6.

Kau menangkis semua keraguanku, 

Melalui cinta yang menyimpan kebaikan universal dan kerendahan hati

Kau menangkis kesedihanku,

Melalui gemuruh dadamu yang kau sapa dalam suatu malam yang sunyi

Tetaplah menjadi kesederhanaan,

Atau kemerdekaan dalam bahasa-bahasa revolusi

Yang tak mengubah apapun dalam dirimu

Sedang aku mulai memahami

Deru nafasmu yang menggebu,

Pelukanmu yang semakin erat,

Memintaku untuk tetap tinggal

Dengan kerendahan hatimu,

Dan aku mulai melihat kemanusiaan

Di wajahmu,

Di senyummu,

Atau di bibirmu,

Yang tak ingin ku tinggalkan


--

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Untuk Bung

Post-Mo : A World We Need

Catatan Hitam, Lembar 1 : Memahami Anarkisme Alexander Berkman