Flaneur~

1. Zizah

Kedamaian adalah

Tetap menjadi kesederhanaan

Yang tak berarti apa-apa


2. Selamat Wisuda

Hanya gerak bibirmu yang masih ku susuri sebagai rindu

Pengembaraan adalah perjalanan waktu untuk mencarimu

Namun hari esok adalah kepesimisanku

Untuk menantimu


3. Dermaga

Pelukanmu adalah dermaga

Yang tak pernah terekayasa

Aku masih mengingatnya,

Sebagai rindu yang ku rawat melalui residu pengembaraan


Dan kau adalah mata angin dan tujuan,

Untuk ku lanjutkan atau ku akhiri perjalanan


4. Kefanaan adalah Jalan Setapak Menuju Hatimu

Kematian adalah perjalanan pulang

Tempat kembali yang tak pernah ku pikirkan untuk dituju

Sedang kefanaan, masih asik ku susuri mencari sisa-sisa jejakmu 


5. Selamat Tinggal, Kekasih

Keresahan semakin membunuhku lebih keji,

Keputusasaan yang ada di bola mataku,

Aku tak bisa menghindarinya.

Langkahku terhenti di antara pelarian 

Lumpur hisap mengeratkan kakiku untuk bertahan menikmati inersia menemuimu


Kepada siapa ku tanya keresahan ini?

Apabila waktu sedang berhenti menggeliatkan kesedihan sebagai lara,

Dan kepada siapa ku tanya kecemasan ini?

Apabila kepesimisan adalah apokalips pemberhentian langkahku


Puncak amarahmu adalah akhir 

untuk tak ku lanjutkan pengembaraan

Kini, semua doaku telah nyata

Tak ada lagi doa-doa yang ku selipkan di antara pengembaraan

Doa-doaku telah jelas kehilangan resonansinya

Tak lagi nyaring dan bergema menggigil, menyebut namamu.


6. Tugba

Aku adalah seorang beriman yang keras kepala

Pembacaanku adalah kesunyian,

Doa-doa mustajabah

atau semakin kehilangan resonansi,

Menyapu seluruh anasir kehampaan,

yang merapal tak bergema seperti nyanyian seorang bisu


Aku adalah seorang pandir yang keras kepala,

Meski kau telah menemui telaga,

Namun doa-doaku tetap bergema,

Di sudut ruang

Di segala raung

Atau di riuh hatimu

Tak pernah sirna.


7. Subuh

Subuh adalah oase dan dahaga

Yang ku sapa di pelupuk matamu

Subuh adalah lantunan dzikir 

Yang ku sapa di jemari tanganmu

Subuh adalah rapalan doa

Yang ku sapa melalui ranum bibirmu

Subuh adalah gema yang bersahut

Yang ku rengkuh melalui pelukmu


8. Fusuy

Asmaraloka adalah duniaku,

Dan dunia itu, hanya tertuju padamu

Sebagai residu pengembaraan

yang tak pernah jemu ku susuri


Dan keterpisahan,

Hanya menjadikan kita Flaneur,

Bukan lagi Odisseus yang memiliki tujuan

Hingga masa-masa penghabisan 

Tak pernah jemu.


9. Guerra

Haruskah ku tanya peperangan pada Homerus?

Atau kedamaian pada Aurelius?

Ketika semua kebisuanmu, adalah jawaban.

Atau gema tanpa sahutan yang mengerang dibalik kewibawaanmu.


10. Prahara, Gemuruh Dada

Kau adalah kekacauan

yang tak kau sadari

Kau adalah kerumitan

yang juga tak kau pahami

Aku membacamu,

Meski kau selalu menyangkal dan meyakini dirimu sebagai kebenaran tertinggi.

 

Diamku adalah pembacaan,

Gerak-gerikmu yang tak mampu ku seimbangi

Kau adalah prahara, sedang aku adalah ombak

Penyatuan kita hanyalah kekacauan yang saling mematikan

Makhluk-makhluk laut, para nelayan dan musafir

Melalui gemuruh amarahmu 

yang mengusikku untuk membelot, memberontak dan menjadi luluh lantak

Di gemuruh dadamu

Di hatimu,

Di pikiranmu,

Di hembusan nafasmu

Sebagai luka yang membekas,

Tak pernah purna.


Kapal-kapal menjadi pecah

Tak ada lagi kehidupan, selain kebinasaan alam semesta

Apokalips, membuat kita belajar

Bahwa kita tak pantas bersama

Aku memahami keterpisahan itu,

Meski gemuruh dadaku masih riuh menggebu,

Menyebut namamu 

Tak pernah sirna.


11. Nietzsche: Seorang Anarkis yang Kesepian

Aku adalah dinamit

Aku adalah granat

Aku adalah ledakan

Aku adalah pemberontak

Aku adalah anasir kebebasan

Aku adalah anarkis.


--

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Untuk Bung

Post-Mo : A World We Need

Catatan Hitam, Lembar 1 : Memahami Anarkisme Alexander Berkman